KUBET – KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan terkait penanganan sampah di Indonesia, Kamis (17/4/2025).

Lihat Foto

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menempatkan tim khusus untuk menangani sampah laut di Bali. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan pihaknya juga telah menangani sampah di perairan tersebut.

“Sampah yang di lautnya sudah berhasil kami tangani, sudah kami bersihkan, kadang kami bersihkan lagi. Ini sudah kami kawal langsung, kami menempatkan satu tim khusus untuk di Bali,” ungkap Hanif di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

KLH pun mengeluarkan dokumen paksaan pemerintah untuk menghentikan praktik open dumping di 343 tempat pemrosesan akhir (TPA), termasuk di Bali. Hanif menyebut, penutupan operasional open dumping diprediksi selesai dalam enam bulan ke depan.

“Paksaan pemerintah sifatnya bertahap, karena begitu yang kami tutup di Banjarmasin sekarang kami dapat class action (gugatan),” papar Hanif.

“Sebenarnya class action kan untuk yang menyebabkan kerusakan lingkungan kalau kegiatan yang melindungi lingkungan sebenarnya salah sasaran class action-nya,” imbuh dia.

Sementara ini, KLH mengehentikan seluruh operasional 29 TPA karena terbukti menimbun sampah di bukit bahkan di lautan. Ketinggian timbulan yang mencapai 20 meter, dikhawatirkan menyebabkan longsor sampah.

“Siapa pun yang memberikan izin kami akan proses, kalo yang enggak bahaya kami minta (hentikan open dumping) enam bulan mulai dari sekarang,” tutur Hanif.

Dia menyatakan, telah meminta tim ahli untuk menyelesaikan operasi open dumping dan penggantinya untuk TPST Bantargebang yang menampung sampah Jakarta dan Suwung di Bali.

“Nanti hasil tim ahli akan masuk di dalam dokumen kami menjadi dokumen paksaan pemerintah,” ucap Hanif.

KUBET – Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Ilustrasi karbon diokasida

Lihat Foto

Apple mengumumkan pencapaian penting dalam upaya keberlanjutan mereka. Perusahaan teknologi ini berhasil mengurangi emisi gas rumah kacanya (GRK) sebesar 60 persen sejak tahun 2015.

Pencapaian ini sejalan dengan tujuan jangka panjang perusahaan untuk mencapai netralitas karbon pada 2030.

Raksasa teknologi tersebut mengumumkan pencapaian mereka dalam Laporan Kemajuan Lingkungan terbaru yang merinci rencana mereka yang lebih luas untuk mencapai pengurangan 75 persen di seluruh rantai nilai dan produk mereka pada 2030 dan mengembangkan solusi untuk menghilangkan 25 persen emisi tersisa untuk mencapai netralitas karbon.

Laporan Apple menunjukkan bahwa pada tahun 2024, melalui berbagai program lingkungan yang mereka implementasikan, perusahaan berhasil mencegah pelepasan sekitar 41 juta metrik ton emisi gas rumah kaca dari seluruh aktivitas dan rantai nilainya.

Sementara itu, pendapatan perusahaan meningkat lebih dari 65 persen sejak tahun 2015. Ini membuktikan bahwa perusahaan telah berhasil memutus korelasi tradisional antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan emisi gas rumah kaca.

“Kami sangat bangga dengan kemajuan yang kami buat menuju Apple 2030, yang menyentuh setiap bagian dari bisnis kami,” ungkap Wakil presiden bidang lingkungan, kebijakan, dan inisiatif sosial Apple, Lisa Jackson.

Apple mengukur jejak karbonnya di tiga cakupan yakni Scope 1 (emisi langsung), Scope 2 (emisi tidak langsung terkait energi), dan Scope 3 (emisi dari operasi bisnis dan manufaktur produk, penggunaan, transportasi, dan proses akhir masa pakai).

Hampir 89 persen listrik terbarukan yang digunakan oleh fasilitas Apple  bersumber dari proyek-proyek energi terbarukan perusahaan seperti kontrak energi terbarukan jangka panjang, investasi ekuitas, dan kepemilikan langsung.

Sisanya dibeli langsung dari program energi hijau yang tersedia dari perusahaan listrik (4 persen) atau melalui sertifikat energi terbarukan (RECs).

Sementara 3 persen terakhir dipasok melalui vendor fasilitas kolokasi dan distribusi.

Perusahaan ini kini tengah berupaya untuk mencapai 100 persen listrik terbarukan untuk rantai pasokan manufaktur dan penggunaan produk Apple.

Laporan juga menyoroti kemajuan perusahaan dalam mengurangi emisi dari proses industrinya, termasuk manufaktur semikonduktor dan layar panel datar, keduanya memancarkan gas rumah kaca terfluorinasi (F-GHG) yang sangat kuat.

Lalu pada 2024, Apple berhasil menggunakan material daur ulang atau material yang berasal dari sumber terbarukan untuk hampir seperempat dari total material yang terkandung dalam produk-produk yang mereka jual.

Selain itu, Apple bekerja sama dengan para pemasoknya untuk mengembangkan solusi guna mengurangi limbah yang mereka kirim ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Solusi-solusi tersebut mencakup penggunaan lapisan pelindung yang dapat didaur ulang dan baki yang dapat digunakan kembali dalam proses manufaktur.

Pada tahun 2024, para pemasok yang berpartisipasi dalam program Nol Sampah Apple berhasil mengalihkan sekitar 600.000 metrik ton limbah dari tempat pembuangan akhir (TPA), sehingga totalnya menjadi 3,6 juta metrik ton sejak program ini dimulai pada tahun 2015.

Pada tahun 2030, Apple juga berkomitmen untuk mengembalikan jumlah air yang setara dengan setiap liter air tawar yang mereka gunakan untuk kepentingan perusahaan.

Air ini akan mereka kembalikan ke sumber air lokal terutama di wilayah yang mengalami masalah ketersediaan air melalui berbagai inisiatif seperti proyek konservasi air, restorasi ekosistem, atau peningkatan efisiensi penggunaan air.

KUBET – Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

DLH DKI Jakarta memasang 111 SPKU di Jakarta.

Lihat Foto

kualitas udara (SPKU) yang tersebar di berbagai wilayah di Jakarta.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengungkapkan hasil pemantauan alat tersebut bisa diakses masyarakat secara real-time melalui aplikasi Jakarta Kini (JAKI) dan website resmi udara.jakarta.go.id. 

Informasi kualitas udara yang disajikan mengacu pada Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2020.

“ISPU ini merupakan indeks atau angka tanpa satuan, yang digunakan untuk menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya,” ungkap Asep dalam keterangannya, Kamis (17/4/2025).

Menurut dia, JAKI telah dilengkapi fitur unggulan meliputi peta lokasi SPKU secara geospasial, pemeringkatan kualitas udara, serta panduan langkah-langkah yang perlu diambil saat polusi udara tinggi. 

“Dengan data yang valid dan akurat, platform ini bisa menjadi panduan utama masyarakat dalam mengambil keputusan saat beraktivitas di luar ruangan,” jelas Asep.

Sementara itu, Direktur Indonesia untuk Clean Air Asia Ririn Radiawati Kusuma, memyampaikan setiap negara memiliki standar kualitas udara yang berbeda. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik lokal masing-masing negara. 

“Indeks kualitas udara di China berbeda dengan Amerika Serikat, dan tentunya juga berbeda dengan Indonesia,” tutur Ririn. 

“Indeks ini biasanya disertai dengan rekomendasi aktivitas luar ruangan yang relevan dengan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah tersebut,” imbuh dia.

Ririn pun mengapresiasi inisiatif berbagai institusi yang memasang sensor pemantauan kualitas udara, khususnya untuk parameter PM2.5, sebagai bentuk peningkatan kesadaran publik terhadap isu udara.

Dia menyarankan, agar masyarakat tetap merujuk pada data resmi dari pemerintah setempat. Menurut Ririn, sebagian besar sensor pada platform internasional seperti IQAir dipasang oleh individu. 

“Sistem perawatan serta validasinya belum tentu diketahui. Karena itu, selain memperhatikan data dari pihak swasta atau perorangan, warga Jakarta disarankan membandingkan juga dengan data resmi milik pemerintah,” ucap dia. 

KUBET – Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, memberikan pernyataan kepada wartawan di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Lihat Foto

Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti masifnya pertambangan di pulau-pulau kecil yang memicu kerusakan lingkungan.

Hanif mengaku sudah mencatat aduan terkait gangguan lingkungan hidup akibat aktivitas tambang di Weda Bay, Maluku Utara, Morowali, Sulawesi Tengah, serta Kabaena, Sulawesi Tenggara.

“Ternyata pulau kecil agak masif tingkat gangguan lingkungannya. Yang sudah kami lakukan identifikasi adalah kawasan industri Weda Bay kemudian Morowali, nanti Kabaena segera,” ungkap Hanif saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal mendatangi sejumlah perusahaan tambang di lokasi tersebut.

“Yang jelas IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park) sama Morowali kami akan kunjungi segera karena datanya sudah komplit,” imbuh Hanif.

Kendati demikian, Hanif mengatakan belum akan mengenakan pasal pidana kepada perusahaan sepanjang tidak ada kerusakan besar. Pengelola diwajibkan bertanggung jawab membayar tagihan lingkungan yang disebabkan operasionalnya.

“Ada tagihan-tagihan lingkungan yang relatif cukup besar akan kami tagihkan untuk biaya pemulihan,” ucap Hanif.

“Di IWIP datanya sudah konkret tinggal kami datangi saja. Kalau IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) sedang verifikasi lapangan nanti minggu depan mungkin datanya sudah ada,” lanjut dia.

Sedangkan pemeriksaan tambang di Kabaena dilakukan setelahnya, lantaran banyaknya laporan yang disampaikan ke KLH.

Hanif memastikan, pihaknya telah menyusun langkah pemulihan lingkungan karena tanbang. Hal ini termasuk memastikan tidak adanya perluasan pencemaran serta perbaikan lingkungan oleh perusahaan terkait.

“Yang sudah terjadi kerusakan harus mereka (perusahaan) pulihkan dengan dana mereka, yang kami mintakan para ahli menghitungnya,” jelas Hanif.

KUBET – Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

ilustrasi telur cokelat Paskah

Lihat Foto

cokelat setiap perayaan Paskah.

Jika kemudian dihitung di tingkat nasional, warga Inggris total mengonsumsi sekitar 123.000 telur cokelat setiap Paskah sehingga DS Smith memperkirakan total sampah kemasan telur Paskah bisa mencapai lebih dari 8000 ton per tahun.

Telur cokelat Paskah sendiri merupakan makanan manis berbentuk telur yang biasanya dinikmati atau diberikan pada hari raya Paskah sebagai hadiah.

Temuan yang didapat melalui survei terhadap 2000 orang di Inggris ini pun juga akhirnya meninggalkan kebingungan soal bagaimana cara mendaur ulangnya.

Mengutip Edie, Jumat (18/4/2025) mayoritas (65 persen) responden yang disurvei berpendapat bahwa telur Paskah dikemas secara berlebihan.

Seperempat responden juga menyebut mereka terganggu oleh sampah plastik yang terkait dengan Paskah, bahkan lebih banyak yang beralih ke kemasan bebas plastik.

Hal tersebut membuat produsen atau penjual yang menawarkan telur Paskah dengan kemasan yang berkelanjutan lebih menarik perhatian konsumen yang peduli lingkungan.

Sebanyak 22 persen konsumen yang disurvei bahkan secara spesifik memilih telur berdasarkan apakah kemasannya dapat didaur ulang sepenuhnya.

Namun, kendati minat konsumen terhadap kemasan telur yang bisa didaur ulang, survei menemukan adanya kebingungan di kalangan masyarakat terkait dengan proses daur ulang kemasan telur tersebut.

Sepertiga (33 persen) responden merasa bingung mengenai jenis-jenis kemasan telur apa saja yang dapat didaur ulang. Sedangkan sebanyak 26 persen responden menyatakan bahwa instruksi daur ulang yang tertera pada kemasan telur tidak jelas atau sulit dipahami.

Sementara 36 persen responden mengklaim bahwa mereka tidak dapat mendaur ulang beberapa jenis kemasan telur karena fasilitas atau program daur ulang yang tersedia di wilayah tempat tinggal mereka terbatas atau tidak menerima jenis kemasan tersebut.

Meskipun 89 persen dari responden yang disurvei mendaur ulang kemasan kotak luar yang biasanya terbuat dari karton atau kardus, hanya 36 persen yang mendaur ulang pembungkus aluminium foil telur.

Selain itu, hanya 17 persen yang mendaur ulang kotak plastik tempat telur-telur tersebut dijual, menunjukkan tingkat daur ulang yang paling rendah.

“Telur cokelat adalah bagian yang menyenangkan dari perayaan Paskah, dengan rata-rata orang Inggris mengonsumsi 165 camilan ini sepanjang hidup mereka,” kata Samatha Upham, manajer keberlanjutan senior DS Smith.

“Sayangnya, meski sebagian besar telur akan habis dimakan pada hari perayaan Paskah, kemasan tempat telur-telur itu dapat memiliki siklus hidup yang jauh lebih panjang jika tidak didaur ulang dengan baik,” katanya lagi.

KUBET – Menteri LH Wanti-wanti Pengusaha soal Kebakaran Lahan Sawit Saat Kemarau

Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq bertemu dengan Gapki membahas mitigasi kebakaran lahan sawit, di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Lihat Foto

sawit untuk mengantisipasi kebakaran lahan selama musim kemarau 2025.

Hal ini disampaikannya, dalam Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Kebakaran Lahan pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Hanif menjelaskan, kebakaran lahan disebabkan lima faktor antara lain penyiapan tanaman pertanian dan perkebunan di wilayah dengan lahan hutan.

“Kedua, kebakaran lahan dan kebakaran hutan berulang dominan pada lahan yang ada konfliknya. Misalnya di Sumatera Selatan dan Jambi selalu berulang-ulang di daerah tersebut karena ada konflik,” ungkap Hanif di Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Ketiga, adanya aktivitas ilegal di lahan terbuka. Selanjutnya, disebabkan kondisi lahan terutama area gambut di mana pada musim kemarau sangat mudah terbakar. Tingkat pengetahuan masyarakat soal bahaya kebakaran hutan pun meningkatkan angka kejadian tersebut.

“Kemudian, tingkat respons dan partisipasi penanganan kejadian kebakaran lahan secara tepat di tingkat tapak masih sangat rendah. Karena kapasitas SDM, peralatan akses, ketersediaan air dan keterbatasan pendanaan,” jelas Hanif.

Di sisi lain, dia mencatat bahwa jumlah hotspot atau titik panas kebakaran tahun ini turun 80 persen dibandingkan 2024. Kendati demikian, Hanif meminta pemilik konsesi melakukan langkah pencegahan kebakaran lahan.

“Berdasarkan data dari satelit Nasa terdapat 142 titik hotspot dengan konfiden di level high,” ucap Hanif.

“Terdapat 97 kejadian karhutla yang tersebar dari Provinsi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah,” imbuh dia.

Adapun berdasarkan data Kementerian Pertanian pada 2023, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,8 juta hektare. Lahan ini dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta.

Pihaknya mencatat, kebakaran lahan pada Hak Guna Usaha (HGU) periode 2015-2024 mencapai 42.000 hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola 79 perusahaan.

“Langkah lebih lanjut mungkin kami harapka akan melakukan koordinasi di lapangan pada 15 provinsi utama di Indonesia. Sehingga dengan demikian kami mau izin teman-teman Gapki kiranya bisa melakukan kompilasi dirinya,” jelas Hanif.

KUBET – Hujan Berpotensi Jadi Sumber Listrik Ramah Lingkungan Skala Besar

ilustrasi hujan

Lihat Foto

hujan berpotensi menjadi sumber energi listrik yang bersih dan berkelanjutan.

Hal tersebut terungkap setelah peneliti berhasil memanfaatkan tetesan air hujan melalui sebuah tabung. Cara tersebut ternyata mampu menghasilkan listrik yang cukup untuk menyalakan 12 lampu LED.

Teknologi ini pun berpotensi untuk dikembangkan menjadi sistem pembangkit listrik bersih skala kecil yang dapat dipasang di atap bangunan dengan memanfaatkan energi dari hujan.

Hujan turun di Bumi setiap hari. Semua energi terbuang sia-sia karena kurangnya sistem untuk memanen energi hujan,” kata Siowling Soh, peneliti Universitas Nasional Singapura, dikutip dari New Scientist, Kamis (17/4/2025).

Biasanya, ketika kita menghasilkan listrik dari air, kita menggunakan pergerakan air dalam jumlah besar untuk menggerakkan turbin di sungai, laut, atau bahkan di dalam pipa air minum.

Tetapi air yang mengalir di atas permukaan yang konduktif secara elektrik dapat menghasilkan muatan listriknya sendiri melalui proses yang disebut pemisahan muatan.

Ini didorong oleh proton bermuatan positif dari molekul air yang tetap berada dalam cairan dan elektron bermuatan negatif yang berpindah ke permukaan, mirip ketika menghasilkan listrik statis dengan menggosok balon pada rambut.

Itu merupakan cara yang tidak efisien untuk menghasilkan listrik karena muatan listrik hanya tercipta di permukaan yang disentuh air.

Jika menggunakan saluran mikro atau nano untuk meningkatkan luas permukaan, akhirnya kita membutuhkan lebih banyak energi untuk memompa air ke dalamnya daripada energi didapatkan kembali.”

Kini, Soh dan rekan-rekannya berhasil menciptakan sebuah pengaturan sederhana yang mengandalkan gravitasi untuk menggerakkan air ke bawah melalui tabung vertikal setinggi 32 sentimeter dengan diameter dalam 2 milimeter.

Singkatnya, sistem ini bekerja dengan cara menciptakan tetesan air seperti hujan yang masuk ke dalam tabung vertikal.

Interaksi antara tetesan air dan udara di dalam tabung menghasilkan aliran sumbat yang unik, yang tampaknya meningkatkan pemisahan muatan listrik pada molekul air saat mereka mengalir ke bawah. Listrik yang dihasilkan kemudian ditangkap oleh kabel di ujung-ujung tabung.

Dalam sebuah percobaan, satu tabung menghasilkan 440 mikrowatt. Ketika para peneliti menggunakan empat tabung sekaligus, mereka dapat menyalakan 12 LED selama 20 detik.

“Untuk pertama kalinya, kita dapat memanen energi dari hujan, atau sumber alami lainnya seperti sungai atau air terjun, melalui pemisahan muatan pada antarmuka padat-cair,” kata Soh.

Jumlah listrik yang dihasilkan mungkin tidak terlihat terlalu mengesankan, tetapi Soh mengatakan pengaturan tersebut mengubah lebih dari 10 persen energi air yang jatuh melalui tabung menjadi listrik, yang lima kali lipat lebih besar daripada listrik yang diperoleh dari air yang mengalir melalui tabung dalam aliran yang kontinu.

“Hujan jatuh dari ketinggian beberapa kilometer di langit ke bumi, jadi ada banyak ruang dalam ruang tiga dimensi untuk memanen energi hujan,” katanya.

Ini menunjukkan bahwa sistem tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan listrik dari hujan ditingkat yang lebih kecil seperti di atap rumah.

“Jika ini dapat dikembangkan dengan cara tepat untuk setiap rumah secara individual, itu bisa menjadi hal yang sangat bermanfaat,” tambah Shannon Ames dari Low Impact Hydropower Institute di Boston.

KUBET – Perubahan Iklim Ancam Situs Arkeologi di Pesisir

Salah satu situs arkeologi di pesisir yang rusak karena perubahan iklim

Lihat Foto

pesisir dan jalur air, sehingga lokasi-lokasi ini pun biasanya kaya akan situs arkeologi.

Namun, perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan permukaan laut dan cuaca ekstrem mengancam keduanya, baik itu manusia dan juga situs peninggalan yang berada di pesisir.

Hal tersebut terungkap dari sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Florida State University dan diterbitkan di jurnal PNAS Nexus.

Dikutip dari Phys, Kamis (17/4/2025) dalam studinya, peneliti Jayur Mehta dan rekan-rekannya menggunakan model elevasi digital LiDAR, data lokasi situs, dan model kenaikan permukaan laut NOAA untuk menentukan dampak dan genangan air pada situs-situs arkeologi di wilayah pesisir AS, Belanda, Oseania, dan Peru.

Tim kemudian menemukan di wilayah Big Bend Florida, 11 situs peninggalan masyarakat adat sudah berada di atau di bawah permukaan laut.

Sedangkan 142 situs gundukan dan midden (tumpukan sampah dapur kuno yang sering kali mengandung artefak) lainnya berpotensi terendam air dalam seratus tahun mendatang, termasuk situs gundukan monumental yang dikenal sebagai Garden Patch.

Di Delta Sungai Mississippi, 11 situs peninggalan masyarakat adat berada tepat di permukaan laut atau lebih rendah.

Sementara 107 situs gundukan dan tumpukan sampah dapur kuno lainnya berisiko (terendam), termasuk kompleks Magnolia Mounds dan situs Bayou Grand Cheniere.

Risiko serupa juga terjadi pada situs-situs prasejarah di bagian dataran rendah Belanda, situs-situs warisan budaya di Oceania, dan situs-situs arkeologi di pesisir Peru.

Di Peru, laju ekspansi pertanian yang cepat semakin memperburuk ancaman terhadap sumber daya budaya.

Temuan ini pun membuat tim peneliti menyarankan perlunya integrasi pengelolaan sumber daya alam dan budaya untuk melindungi situs-situs arkeologi di wilayah pesisir yang rentan.

Mereka mendesak adanya kebijakan yang menggabungkan upaya pelestarian alam pesisir dengan perlindungan warisan budaya dan sejarah yang ada di sana.

Mereka juga menekankan pentingnya memanfaatkan pengetahuan tradisional masyarakat adat tentang lingkungan dan mengakui nilai-nilai budaya yang terkait dengan ekosistem dalam upaya pelestarian tersebut.

Peneliti berpendapat bahwa situs-situs kuno ini berkontribusi pada ketahanan ekosistem di wilayah di mana alam dan budaya saling terkait.

Oleh karena itu, untuk melestarikan dan memulihkan wilayah-wilayah ini, diperlukan pendekatan yang terpadu, yang mempertimbangkan baik aspek alam maupun budaya secara bersamaan.

KUBET – Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Ilustrasi properti

Lihat Foto

properti di Indonesia saat ini tengah mengarah ke pembangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan 

Hal tersebut disampaikan Direktur Pengembangan Promosi Hilirisasi/BKPM Rakhmat Yulianto dalam acara Indonesia CEO & Leaders Forum 2025: Redefining Indonesia’s Sustainable and Investment-Driven Property Sector di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

“Yang perlu kita perhatikan di sini adalah bagaimana tren investasi ke depan, mau tidak mau, kita harus siap untuk menciptakan produk-produk yang lebih berkelanjutan,” kata Rakhmat, sebagaimana dilansir Antara.

Lebih lanjut, Rakhmat menilai hal ini akan menjadi tantangan bagi industri properti menyusul komitmen untuk mengurangi jejak karbon secara nasional dan global.

“Ini tentunya adalah peluang bagi kita. Bagaimana kita tidak hanya menciptakan residential atau properti baru yang ramah lingkungan, tapi juga bagaimana kita dapat merenovasi atau pun mengembangkan properti yang sudah ada menjadi lebih berkelanjutan,” jelas dia.

Selain itu, Rakhmat menilai saat ini sejumlah masyarakat Indonesia sebagai konsumen juga sudah memiliki kesadaran untuk memiliki hunian yang lebih hijau.

“Ini kalau kita lihat tidak hanya tuntutan dari perusahaan, akan tetapi juga konsumen Indonesia. Konsumen pun ternyata sudah memiliki kesadaran akan keberlanjutan ini,” ujar Rakhmat.

Ia melanjutkan, saat ini total emisi karbon di wilayah properti masih cukup tinggi, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pihak terkait termasuk pengembang dan pemerintah, untuk mencari solusi pengurangan emisi karbon ini.

“Tidak hanya melihat dari aspek operasional dari properti itu sendiri, tentunya di sini kita juga harus melihat aspek sosial dari properti itu sendiri,” kata Rakhmat.

Dalam paparannya, Rakhmat mengatakan Indonesia telah berkomitmen mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

“Dengan komitmen ini, pemerintah mendukung pengurangan emisi karbon di sektor real estate, yang berkontribusi sekitar 40 persen dari emisi karbon global,” kata Rakhmat.

Dengan menerapkan prinsip keberlanjutan dalam sektor properti, lanjut dia, dapat memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan dan investor.

Beberapa di antaranya adalah meningkatkan nilai dan daya saing aset; menarik penyewa yang peduli dengan lingkungan; menurunkan biaya operasional melalui sistem hemat energi; serta berdampak positif terhadap reputasi merek, keunggulan kompetitif, dan menciptakan keuntungan finansial jangka panjang.

KUBET – Krisis Pekerja Hijau Landa Dunia, Transisi Berisiko Terhambat

Ilustrasi masa depan green jobs ada di tangan mereka.

Lihat Foto

keberlanjutan melebihi dari ketersediaan. Hal ini menyebabkan satu dari lima pekerjaan hijau (green jobs) bakal tidak terisi pada 2030.

Kepala ekonom LinkedIn untuk Asia Pasifik, Pei Ying Chua melihat kekurangan tenaga kerja berketerampilan hijau merupakan masalah serius yang dapat menghalangi tercapainya target-target keberlanjutan di tingkat dunia.

“Model kami menunjukkan bahwa satu dari lima pekerjaan hijau akan kekurangan tenaga kerja untuk mengisinya pada tahun 2030,” kata Chua, dikutip dari laporan Keterampilan Hijau Global terbaru LinkedIn.

Melansir Eco Business, Rabu (16/4/2025) survei tersebut menemukan bahwa kesenjangan antara permintaan dan pasokan talenta hijau diproyeksikan mencapai hampir 19 persen pada tahun 2030.

Jika tren saat ini terus berlanjut maka hanya setengah green jobs dunia yang bakal terisi pada 2050 oleh pekerja yang memenuhi syarat.

Untuk menutup kesenjangan tersebut, industri perlu setidaknya menggandakan pasokan talenta hijau.

Sebagai informasi, permintaan global untuk tenaga kerja hijau telah tumbuh setidaknya 5,9 persen per tahun antara 2021 hingga 2024.

Sementara pertumbuhan talenta hijau hanya berkisar 3,2 persen.

Pada tahun 2024, sebanyak 7,5 persen lowongan yang tercantum di LinkedIn adalah pekerjaan hijau atau posisi yang membutuhkan keterampilan hijau.

“Pengembangan lebih banyak tenaga kerja dengan keterampilan hijau adalah kunci untuk mencapai ekonomi hijau dan masa depan yang lebih baik bagi iklim,” papar Chua.

Ia menambahkan bahwa pencari kerja dengan keterampilan hijau dipekerjakan dengan tingkat 50 persen lebih tinggi daripada rata-rata tingkat perekrutan secara umum.

Namun kembali lagi, tantangan utamanya adalah kurangnya jumlah orang yang memiliki keterampilan tersebut.

Laporan Future of Jobs 2025 dari Forum Ekonomi Dunia memproyeksikan bahwa adaptasi iklim akan menjadi kontributor terbesar ketiga bagi pertumbuhan lapangan kerja global pada tahun 2030.

Adaptasi diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan lima juta lapangan kerja dan mendorong permintaan untuk peran seperti spesialis keberlanjutan.

Dalam kurun waktu satu tahun, yaitu antara 2023 dan 2024, terjadi peningkatan sebesar 60 persen dalam permintaan akan pekerja dengan keterampilan hijau di sektor teknologi, informasi, dan media.