KUBET – IMF: AI Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Biaya Emisi Karbon Bisa Dikelola

Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Lihat Foto

IMF) memperkirakan bahwa penerapan kecerdasan buatan (AI) akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi global, dengan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB sekitar 0,5 persen per tahun selama periode 2025 hingga 2030.

Meski teknologi AI diproyeksikan meningkatkan emisi karbon akibat konsumsi energi pusat data, manfaat ekonominya diyakini akan lebih besar daripada biaya lingkungannya.

“Meskipun terdapat tantangan seperti meningkatnya harga listrik dan emisi gas rumah kaca, kontribusi AI terhadap pertumbuhan ekonomi global kemungkinan akan melebihi biaya lingkungan tersebut,” tulis IMF dalam laporannya, dikutip dari Reuters (23/04/2025).

IMF mencatat bahwa dampak ekonomi AI tidak akan terdistribusi secara merata di seluruh dunia. Oleh karena itu, IMF mendorong pemerintah dan pelaku industri untuk mengurangi risiko sosial dan ekonomi yang mungkin ditimbulkan oleh penerapan AI secara luas.

Menurut laporan IMF yang berjudul “Power Hungry: How AI Will Drive Energy Demand”, biaya sosial dari tambahan emisi karbon akibat AI diperkirakan mencapai 50,7 hingga 66,3 miliar dollar AS. Namun, angka ini tetap dianggap kecil jika dibandingkan dengan nilai tambah ekonomi AI terhadap PDB global.

Salah satu tantangan terbesar dari revolusi AI adalah lonjakan kebutuhan energi. IMF memperkirakan bahwa permintaan listrik global akibat penerapan AI dapat meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 1.500 terawatt-jam (TWh) pada tahun 2030.

Angka tersebut 1,5 kali lebih besar dari total listrik yang dibutuhkan untuk mengisi daya seluruh kendaraan listrik di dunia pada tahun yang sama.

Jejak karbon dari konsumsi energi ini akan sangat bergantung pada:

  • Kinerja perusahaan teknologi dalam menepati janji pengurangan emisi.
  • Penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
  • Efisiensi energi pusat data dan infrastruktur digital.

IMF memperkirakan, adopsi AI dengan kebijakan energi saat ini akan menyebabkan kenaikan emisi karbon global sebesar 1,2 persen secara kumulatif selama 2025–2030.

Namun, para ahli menekankan bahwa dampak akhir AI terhadap lingkungan akan sangat tergantung pada bagaimana teknologi ini digunakan.

Menurut Grantham Research Institute, AI memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon jika diarahkan untuk mempercepat inovasi rendah karbon di sektor energi, transportasi, dan pangan.

“AI bisa membantu mempercepat aksi iklim, tapi tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan pasar,” ujar Roberta Pierfederici, peneliti kebijakan dari Grantham Institute.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa pemerintah, perusahaan teknologi, dan sektor energi harus bekerja sama untuk memastikan bahwa AI digunakan secara bijak, adil, dan berkelanjutan. Jika tidak, manfaat ekonomi AI bisa datang dengan harga lingkungan yang mahal.

KUBET – Bahlil Teken Peta Jalan Transisi Energi, PLTU Bisa Pensiun Dini Asalkan…

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Lihat Foto

peta jalan transisi energi untuk sektor ketenagalistrikan.

Peta jalan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.

Permen ESDM tersebut ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 10 April 2025, dan diundangkan pada 15 April 2025.

Salah satu aspek yang diatur dalam beleid tersebut adalah percepatan pengakhiran masa  operasional atau pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Aturan tersebut mendukung pensiun dini PLTU batu bara asalkan mempertimbangkan sedikitnya tujuh aspek.

Ketujuh aspek tersebut adalah kapasitas, usia pembangkit, pemanfaataan, emisi gas rumah kaca (GRK), nilai tambah ekonomi, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri, serta ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.

Selain ketujuh aspek tersebut, ada tiga kriteria lain yang menjadi pertimbangan pensiun dini PLTU batu bara.

Ketiga kriteria tersebut yakni keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, dan penerapan aspek transisi energi berkeadilan.

“Dalam hal terdapat ketersediaan dukungan pendanaan, pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU harus didahului dengan kajian percepatan pengakhiran masa pperasional PLTU,” tulis beleid tersebut dalam Pasal 12 ayat (1).

Di sisi lain, kajian percepatan pensiun dini PLTU dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM. 

Kajian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam bulan, terhitung sejak penugasan dari menteri.

Lebih lanjut, permen tersebut juga menjadi dasar hukum bagi Menteri ESDM untuk membentuk tim kerja gabungan mengenai pensiun dini PLTU batu bara.

Tim kerja gabungan yang dibentuk bakal melakukan evaluasi atas kajian percepatan pensiun dini PLTU dan melaksanakan percepatan pensiun dini tersebut.

Tim kerja gabungan tersebut terdiri atas wakil dari kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, akademisi, dan PT PLN.

KUBET – Perjanjian Paris Tanpa AS, Sekjen PBB: Transisi Energi Dunia Tak Terhentikan

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan pidato dalam salah satu kegiatan KTT Keanekaragaman Hayati COP16 di Cali, Kolombia, Selasa (29/10/2024).

Lihat Foto

Antonio Guterres mengatakan, tidak ada kelompok atau pemerintahan yang mampu menghentikan transisi energi global.

Pernyataan tersebut disampaikan Guterres saat pertemuan tingkat tinggi dengan puluhan pemimpin dunia pada Kamis (24/4/2025), menjelang KTT Iklim PBB COP30 pada November mendatang.

Para peserta pertemuan tersebut di antaranya adalah Presiden China Xi Jinping, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan.

Lalu ada William Ruto dari Kenya, Gabriel Boric dari Chile, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa.

Namun, tidak ada perwakilan dari Amerika Serikat (AS) yang mengikuti pertemuan tersebut. 

“Negeri Paman Sam” sendiri telah ditarik keluar dari Perjanjian Paris oleh Presiden AS Donald Trump usai dia dilantik. 

Selain menarik AS keluar dari Perjanjian Paris, Trump juga membuat berbagai kebijakan yang mendorong ekspansi bahan bakar fosil dan membalikkan berbagai kebijakan iklim di era sebelumnya.

Guterres menuturkan, energi terbarukan adalah peluang ekonomi abad ini, sebagaimana dilansir AFP.

“Para pembangkang dan kepentingan bahan bakar fosil mungkin mencoba menghalangi. Namun seperti yang kita dengar hari ini, dunia sedang bergerak maju. Maju dengan kecepatan penuh,” kata Guterres usai pertemuan yang digelar bersama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, China sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di dunia berjanji tak akan menyerah melawan perubahan iklim.

Xi mengatakan, tidak peduli bagaimana situasi internasional berubah, upaya China untuk memerangi perubahan iklim tidak akan melambat.

Dia menambahkan, “Negeri Panda” akan mengumumkan kenijakan iklimnya dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebelum COP30 pada November digelar.

Dia memaparkan, kebijakan tersebut akan mencakup semua emisi gas rumah kaca (GRK), bukan hanya karbon dioksida saja.

Pada konferensi pers Greenpeace yang terpisah pada Rabu, aktris AS sekaligus aktivis iklim Jane Fonda menuduh Trump membuat “tawar-menawar dengan iblis” dengan merangkul bahan bakar fosil.

“Jadi kita tahu di pihak mana dia berada. Dia berada di pihak kematian, dia membunuh kita dan alam yang kita andalkan untuk hidup kita,” kata Fonda tentang Trump.

KUBET – Konsumsi Antibiotik Manusia Naik 65 Persen, Sungai Makin Tercemar

Ilustrasi antibiotik. Ini sejumlah mitos mengenai antibiotik.

Lihat Foto

antibiotik yang digunakan manusia mengalami kenaikan signifikan yaitu sebesar 65 persen dalam kurun waktu 15 tahun (dari 2000 hingga 2015).

Hal yang tidak banyak orang ketahui, ketika antibiotik masuk ke dalam tubuh manusia, tidak semua senyawa obat tersebut bisa tercerna atau dihilangkan oleh sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah.

Ini menurut studi yang dipublikasikan di PNAS Nexus berpotensi menyebabkan timbulnya polusi di lingkungan, salah satunya di sungai.

Studi yang dilakukan Heloisa Ehat dan rekan-rekannya dari McGill University, Montreal, Kanada memperkirakan manusia di seluruh dunia mengonsumsi sekitar 29.200 ton dari 40 jenis antibiotik yang paling sering digunakan.

Setelah melalui proses metabolisme dalam tubuh dan pengolahan di fasilitas air limbah, diperkirakan sekitar 8.500 ton (29 persen dari total konsumsi) dapat mencapai sistem sungai di seluruh dunia.

Sementara 3.300 ton (11 persen) kemungkinan akan mencapai di lautan atau penampungan air pedalaman seperti danau atau waduk.

Para peneliti, seperti dilansir dari Phys, Selasa(22/4/2025) menghitung angka-angka tersebut dengan menggunakan model yang divalidasi oleh data konsentrasi terukur dari 21 jenis antibiotik di 877 lokasi di seluruh dunia.

Meskipun jumlah total residu antibiotik ini menghasilkan konsentrasi yang sangat kecil di sebagian besar sungai, yang membuat obat-obatan ini sangat sulit dideteksi, paparan kronis terhadap zat-zat ini di lingkungan tetap dapat menimbulkan risiko.

Antibiotik di sungai dan danau dapat mengurangi keanekaragaman mikroba, meningkatkan keberadaan gen resistensi antibiotik, dan mungkin berdampak pada kesehatan ikan dan alga.

Peneliti juga memperkirakan bahwa pada kondisi aliran sungai yang rendah, tingkat antibiotik di sekitar 6 juta kilometer sungai di seluruh dunia cukup tinggi untuk menimbulkan risiko yang signifikan.

Risiko ini mencakup gangguan ekosistem perairan secara umum dan peningkatan risiko perkembangan resistensi antibiotik di lingkungan tersebut.

Perairan dengan konsentrasi antibiotik tinggi sendiri ditemukan di seluruh benua, dengan wilayah yang paling terdampak berlokasi di Asia Tenggara.

Amoxicillin adalah antibiotik yang paling sering diprediksi berada pada konsentrasi berisiko tinggi dan merupakan antibiotik yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia.

Para peneliti mengakui bahwa model mereka saat ini hanya fokus pada kontribusi konsumsi antibiotik oleh manusia terhadap polusi sungai.

Mereka belum memasukkan dua sumber potensial kontaminasi antibiotik lainnya yang signifikan yakni yang diberikan pada hewan ternak dan limbah farmasi.

Namun, hasil studi mereka menunjukkan bahwa polusi antibiotik di sungai yang berasal dari konsumsi manusia saja sudah merupakan masalah yang kritis, yang kemungkinan akan diperburuk oleh sumber senyawa terkait dari sektor veteriner atau industri.

Peneliti pun menyebut program pemantauan dan strategi untuk mengelola kontaminasi antibiotik di perairan, terutama di daerah-daerah yang berisiko sangat diperlukan.

KUBET – Bagaimana agar Ambisi Indonesia Jadi Hub Produksi EV Terwujud?

Baterai mobil listrik Xpeng X9

Lihat Foto

Dengan sejumlah keunggulan, mulai dari surplus energi listrik hingga sumber daya alam yang melimpah, Indonesia optimistis bisa mewujudkan ambisinya.

Meski begitu, beberapa tantangan perlu diatasi mimpi itu jadi nyata.

Salah satu potensi terbesar Indonesia dalam mewujudkan ambisi menjadi hub EV adalah surplus energi listrik.

Menurut Intan Salsabila Firman, Peneliti Tenggara Strategies, Indonesia tercatat memiliki surplus listrik sebesar 4 GW pada awal 2024. Potensi energi listrik ini diyakini bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan industri kendaraan listrik di tanah air.

Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan nikel yang sangat besar, sekitar 56 persen dari total cadangan dunia.

Nikel adalah bahan utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Keputusan pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor nikel mentah kini memungkinkan negara ini memanfaatkan sumber daya tersebut untuk memperkuat industri EV.

Indonesia memiliki pasar potensial yang berkembang pesat untuk kendaraan listrik.

Rachmat Kaimuddin, Deputi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Dasar, mengungkapkan bahwa penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami kenaikan signifikan.

Pada 2022, tercatat sekitar 10.000 mobil listrik terjual, dan pada 2023 angka itu melonjak menjadi 17.000 unit. Pada 2025 penjualannya diperkirakan mencapai 43.000 unit, dengan 16.000 unit terjual pada paruh pertama 2025.

Peningkatan penjualan ini menunjukkan adanya minat yang tinggi terhadap kendaraan listrik di Indonesia. Pasar yang berkembang ini menjadi salah satu faktor penting yang mempercepat Indonesia untuk mencapai tujuannya sebagai pusat produksi EV.

Pemerintah Indonesia juga aktif mendukung perkembangan industri kendaraan listrik melalui regulasi yang jelas.

KUBET – Kendaraan Listrik dan Dekarbonisasi

Ilustrasi mobil listrik

Lihat Foto

battery electric vehicle (BEV) dan hibrida plug-in (PHEV)–melonjak 26,1 persen dibandingkan tahun 2023.

BYD, merk dari China, melejit dengan penjualan 3,84 juta unit kendaraan atau mencaplok lebih dari seperlima pasar sehingga berada di urutan pertama penguasa kendaraan listrik global. BYD melampaui Tesla dari Amerika Serikat yang hanya merebut 10,3 persen pasar.

Sementara Wuling, Li Auto, Geely, Aito dan Aion juga kompak mengibarkan panji-panji China.

Enam perusahaan China ini nangkring di sepuluh besar dengan merampas penguasaan hingga 36,3 persen. Ini mengokohkan China sebagai produsen kendaraan listrik paling serius.

China di bawah Presiden Xi Jinping juga memimpin perlombaan migrasi ke energi terbarukan, terutama energi surya dan energi angin, kendati di saat bersamaan “digandoli” ketergantungan terhadap listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang bersumber dari batu bara.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengonfirmasi tren global. Bukan sulap, bukan sihir kalau penjualan mobil listrik di Indonesia tumbuh 161 persen pada 2024. Lagi-lagi BYD dan Wuling merajai dan diganggu oleh Hyundai (Kompas.com, 17 Januari 2025).

Sekarang, kita makin sering menjumpai mobil listrik di kota-kota besar di Tanah Air. Walau penjualan mobil listrik berbasis baterei (BEV) masih 44.557 unit, ini menegaskan satu kondisi: migrasi ke kendaraan listrik makin membesar di tingkat individu dan komunal.

Bagaimanapun tren digerakkan oleh individu dalam jumlah terbatas. Dari sana ia menular dan memengaruhi invididu lain serta komunitas.

Saya teringat kampanye PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun 2023 lalu. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan beralih dari kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar fosil ke kendaraan listrik akan mengurangi emisi karbon sebesar 56 persen.

Ekonom Energi jebolan Texas A&M University serta Duke University itu punya hitung-hitungan. Menurut dia, satu liter BBM setara 1,2 kilowatt jam (kWh) listrik.

Emisi karbon dari satu liter BBM kira-kira 2,4 kilogram CO2 ekuivalen. Adapun emisi 1,2 kWh listrik cuma 1,02 kilogram CO2 ekuivalen.

Emisi tadi dengan menyadari bahwa listrik PLN mayoritas berasal dari PLTU batu bara. Maka orang nomor satu PLN itu menambahkan, “seiring dengan pembangkit PLN yang akan menuju ke EBT (energi baru dan terbarukan), maka ke depan emisi kendaraan listrik akan nol” (pln.co.id, 26 Februari 2023).

Kendaraan listrik yang ramah lingkungan memang mensyaratkan sumber listrik dari energi terbarukan (renewable energy). Inilah tantangan di hilir ekosistem kendaraan listrik.

Tantangan lain tak kurang pelik dan rumit, dari infrastruktur stasiun pengisian baterai listrik hingga limbah baterai yang harus dikelola dengan memadai agar tidak merusak lingkungan.

Limbah baterai ini pekerjaan rumah yang terus menghantui kendaraan listrik. Beda sekali dengan kendaraan berbahan bakar fosil yang nol limbah, tapi sangat mengotori atmosfer dengan emisi gas rumah kaca.

KUBET – KLH Targetkan Industri Semen Bisa Olah Limbah Jadi RDF

Wamen LH, Diaz Hendropriyono, mengatakan industri semen harus bisa mengolah sampah menjadi RDF.

Lihat Foto

KLH) menargetkan industri semen bisa mengelola limbahnya menjadi refuse derived fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Wakil Menteri LH, Diaz Hendropriyono, mengatakan hal ini dilakukan untuk mendorong target pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 sesuai arahan presiden dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2025-2029.

“Target pengelolaan sampah nasional sebagaimana tertuang dalam RPJMN adalah 50 persen pada 2025, dan 100 persen pada tahun 2029,” ujar Diaz dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

Sementara ini, dia mencatat, pengolahan sampah dalam negeri baru mencapai 39 persen.

“Oleh karena itu, kami hadir untuk memastikan percepatan pencapaian target tersebut,” imbuh Diaz.

Ia mengaku telah menyambangi Kompleks Pabrik Citeureup milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional (TPPASR) Lulut Nambo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dalam kesempatan itu, Diaz meninjau fasilitas RDF yang diterapkan di Plant 11 dan Plant 14 PT Indocement.

“Pabrik PT Indocement tercatat telah menggunakan RDF hingga 42 persen sebagai bahan co-processing dengan batubara. Kemampuan ini dinilai lebih progresif dibandingkan beberapa pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara,” jelas dia.

Kendati demikian, Diaz menyoroti rendahnya kapasitas fasilitas RDF di TPPASR Lulut Nambo, yang hanya mampu mengolah 50 ton per hari dan menghasilkan RDF 15 ton.

Angka ini jauh di bawah PT Indocement, yang bisa mengolah hingga 2.500 ton sampah per hari. Saat ini, kekurangan pasokan RDF ditutupi dengan pengambilan dari TPA Bantargebang sebanyak 600 ton per hari.

“Kita harus segera maksimalkan potensi TPPASR Lulut Nambo ini. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pengampu proyek harus segera menyelesaikan beauty contest untuk mencari mitra baru, sehingga kapasitas pengolahan bisa meningkat hingga 2.400 ton per hari dengan output RDF sebesar 800 ton,” tutur Diaz.

TPPASR Lulut Nambo diharapkan menjadi solusi bagi beban TPA di daerah sekitarnya termasuk Depok, Bogor, dan Tangerang Selatan yang masih melakukan praktik open dumping atau sistem pembuangan terbuka.

“Penggunaan RDF di sektor industri semen sangat potensial untuk menyerap limbah padat. Karena itu, dukungan penuh dari pemerintah menjadi keniscayaan, termasuk dalam realisasi kerja sama dan komitmen lintas sektor yang sudah dibangun,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman.

Berkait hal tersebut, Direktur Utama PT Indocement, Christian Kartawijaya, memastikan pihaknya siap menampung RDF yang belum terkelola.

“Jika Nambo mampu menyuplai 800 ton per hari, kami siap menerima. Ini sejalan dengan komitmen kami dalam mendukung pengurangan emisi dan pengelolaan limbah,” ungkap Christian.

 

KUBET – RUPTL Segera Disahkan, Realisasi PLTN Ditarget 500 MW sampai 2035

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Lihat Foto

RUPTL) 2025–2034 sudah rampung dan ditargetkan terbit pada April 2025.

“Segera (terbit). Yang jelas, (RUPTL) sudah final, ya,” ucap Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu di Jakarta, Rabu (23/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.

Jisman menyampaikan, RUPTL yang sudah rampung tersebut sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang sudah disahkan.

Anggota Komisi XII DPR RI Ramson Siagian menuturkan, RUPTL 2025–2034 ditargetkan untuk disahkan bulan ini, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya.

“Tinggal Pak Menteri balik dari luar negeri, itu udah disahkan. Bulan ini,” ucap Ramson.

Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah Komisi XII menjalani rapat tertutup dengan Kementerian ESDM dan PLN untuk membahas RUPTL.

Komisi XII adalah salah satu dari 13 Komisi DPR RI dengan lingkup tugas di bidang energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi.

Dalam rapat tersebut, Ramson mengungkapkan tentang target-target pembangkit listrik yang akan dibangun sampai 2034. 

Mayoritas dari pembangkit listrik baru tersebut, kata dia, adalah energi baru terbarukan (EBT).

“Hanya ada persoalan untuk yang menggunakan energi fosil gas, sumber gas itu sulit. Jadi, kemungkinan akan diganti ke pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN),” kata dia.

Akan tetapi, kata Ramson  hingga 2034,  pembangunan PLTN ditargetkan baru sekitar 500 megawatt (MW).

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menargetkan proses penyusunan RUPTL 2025–2034 selesai pada April 2025.

Dalam menyusun RUPTL, Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah berupaya untuk menemukan titik tengah antara isu penurunan emisi karbon dengan kemampuan Indonesia.

Bahlil menyampaikan, pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya alam Indonesia, termasuk EBT.

KUBET – Kesiapan Asia Tenggara Untuk Memenuhi Target Energi Bersih Global dipertanyakan

Ilustrasi teknisi memasang PLTS atap off-grid yang dikerjakan oleh

Lihat Foto

energi baru terbarukan pada tahun 2030.

Hal tersebut membuat keduanya menjadi pusat perhatian karena kebijakan energi domestik yang kontradiktif.

Disisi lain, meski dalam laporan terbaru dari Climate Analytics, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura turut serta mendukung Global Renewable Energy Pledge di COP28, hanya sedikit yang menunjukkan kemajuan nyata dalam kapasitas energi terbarukan.

Analisis dari Climate Analytics menegaskan bahwa janji-janji iklim bersifat sukarela dan tanpa mekanisme penegakan.

“Komitmen ini sejauh ini belum masuk ke kebijakan nasional secara substansial. Tahun ini seharusnya menjadi ujian apakah janji tersebut hanya diplomasi simbolik atau dapat mendorong kebijakan nyata,” ujar Thomas Houlie, analis kebijakan energi dan iklim lembaga tersebut, sebagaimana dikutip dari eco-business.com pada Kamis (24/04/2025)

Dengan investasi energi bersih yang masih jauh dari kebutuhan dan kebijakan yang belum memadai, kawasan ini tampak belum siap menjawab tuntutan global.

Filipina: Lambat dalam Realisasi

Meski menandatangani berbagai komitmen internasional, Filipina menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang tidak mengalami peningkatan porsi energi terbarukan antara 2015 dan 2023. Selama periode itu, batu bara justru mendominasi tambahan kapasitas listrik nasional.

Skema tarif feed-in (FIT) sempat mendorong minat investor hingga 2019, namun regulasi tak konsisten dan lemahnya kapasitas kelembagaan menghambat ekspansi proyek.

Dua tahun terakhir, FIlipina memperkenalkan sistem lelang kompetitif melalui Green Energy Auction Programme (GEAP), yang di putaran terbarunya menawarkan kapasitas 10.478 megawatt (MW) Kini, setidaknya ada 57 GW proyek energi surya dan angin dalam tahap prospektif. Namun, realisasi dari pipa proyek tersebut masih jauh dari pasti.

Malaysia dan Thailand: Terjebak dalam Skala Kecil

Dua negara ini menghadapi stagnasi pengembangan infrastruktur energi bersih. Malaysia tidak mencatatkan peningkatan kapasitas energi terbarukan antara 2022 dan 2023. Padahal, sejak 2021, aliran investasi hijau telah meningkat.

Kementerian Energi Malaysia mencoba memperluas infrastruktur melalui peta jalan transisi energi nasional, namun kendala teknis dan birokratis memperlambat realisasi proyek.

Thailand juga tidak jauh berbeda. Meskipun menargetkan 10 GW panel surya atap pada 2037, implementasi kebijakan di lapangan dihambat sengketa hukum dan tender yang tidak transparan. Kasus gugatan terhadap proses seleksi proyek angin 2022 menunjukkan bahwa masalah tata kelola masih menjadi hambatan utama.

Vietnam: Dari Pemimpin Regional ke Ketidakpastian

Vietnam sempat memimpin transisi energi di Asia Tenggara pada 2018–2020 dengan lonjakan proyek surya dan angin. Namun, pembekuan proyek sejak 2021 akibat represi politik dan kekacauan regulasi menyebabkan pelaku industri hijau hengkang.

Baru-baru ini, pemerintah menyetujui revisi Rencana Pengembangan Energi Nasional dengan alokasi investasi hingga 136 miliar dollar AS untuk menjadikan tenaga surya sebagai sumber utama menggantikan batu bara. Tapi momentum yang hilang dan kepercayaan investor yang menipis menjadi tantangan besar.

Indonesia: Raksasa Batu Bara yang Masih Ragu

Sebagai produsen batu bara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghadapi kontradiksi tajam. Di satu sisi, Presiden Prabowo mengumumkan rencana penghentian pembangkit fosil sebelum 2040. Namun di sisi lain, pembangunan pembangkit batu bara baru tetap berjalan untuk memenuhi kebutuhan industri off-grid.

KUBET – PLTA Batang Toru Beroperasi Akhir Tahun, Pasok Listrik Bersih Sumatera

Peninjauan progres PLTA Batang Toru kepada sejumlah awak media di lokasi, di Kota Sipirok, Kamis (24/42025).

Lihat Foto

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, bakal beroperasi akhir 2025 untuk memasok listrik ke jaringan interkoneksi Sumatera.

PLTA yang dikelola oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) ini memiliki kapasitas terpasang total 510 Megawatt (MW), dengan pengoperasian tahap awal mencakup satu unit turbin berkapasitas 127,5 MW.

“Tiga unit turbin lainnya akan menyusul beroperasi secara bertahap,” ujar Expert Sipil Bangunan Air PT NSHE Hadi Susilo di Kota Sipirok, Kamis (24/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.

Hadi mengatakan, proyek strategis nasional senilai Rp 21 triliun ini akan menjadi sumber energi hijau baru di Sumatera.

Saat ini, PLTA Batang Toru pekerjaan konstruksi sudah mencapai 96 persen.

Dia menambahkan, untuk unit pertama, pihaknya menargetkan mulai uji coba pada Juli dan resmi beroperasi di akhir tahun ini.

Dibangun di atas lahan genangan seluas 101 hektar, PLTA Batang Toru diklaim sebagai salah satu PLTA paling efisien dalam pemanfaatan ruang di Indonesia.

Dengan efisiensi penggunaan lahan yang tinggi, proyek ini disebut mampu menghasilkan dampak lingkungan yang minimal dibandingkan proyek sejenis.

“Dari sisi kelayakan, nilai ekonomi proyek ini sangat positif. Energi yang dihasilkan akan masuk ke jaringan tegangan tinggi PLN dan menggantikan sebagian pembangkit diesel dan batubara yang kurang ramah lingkungan,” ucap Hadi.

Selain berfungsi sebagai penyedia energi bersih, PLTA Batang Toru dirancang untuk merespons beban puncak secara cepat, menjadikannya solusi strategis untuk ketahanan energi wilayah Sumatera.

Proyek itu sebelumnya sempat menghadapi berbagai tantangan, termasuk isu lingkungan dan akses lokasi yang sulit. 

Hadi menyampaikan, dengan kemajuan saat ini, PLTA Batang Toru menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur energi terbarukan yang berkelanjutan tetap dapat tercapai.

“Dengan dimulainya operasi unit pertama pada akhir 2025, PLTA Batang Toru diharapkan menjadi tonggak penting dalam transisi energi hijau Indonesia,” tutur Hadi.